Pada tanggal 27 Maret 2014, World Health Organization mengumumkan Sertifikasi Bebas Polio untuk regional Asia Tenggara, yang mencakup 11 negara termasuk Indonesia, di New Delhi, India. Dengan eradikasi polio pada regional tersebut, proporsi wilayah bebas polio di dunia telah mencapai 80%. WHO juga mendeklarasikan bahwa tidak ada lagi kasus endemik polio liar pada tanggal 25 September 2015. Dalam mendukung Eradikasi Polio tersebut, Indonesia ikut serta dalam pelaksanaan Endgame Polio Strategy, yang dideklarasikan oleh World Health Assembly pada bulan Mei tahun 2012. Salah satu tujuan yang akan dicapai dalam Endgame Polio Strategy adalah introduksi vaksin baru inactivated polio vaccine (IPV), penggantian trivalent Oral Polio Vaccine (tOPV) menjadi bivalent Oral Polio Vaccine (b0PV), dan penarikan seluruh vaksin polio oral (OPV).

Surveilans AFP bertujuan untuk memantau adanya transmisi virus-polio liar di suatu wilayah, sehingga upaya-upaya pemberantasannya menjadi terfokus dan efisien. Pada akhirnya berdasarkan informasi yang didapat dari surveilans ini, Indonesia akan dapat menyatakan bebas polio.

Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya flaccid (layuh), terjadi secara akut (mendadak), bukan disebabkan oleh ruda paksa. Tujuan Surveilans AFP secara umum adalah untuk mengidentifikasi daerah risiko tinggi, memantau kemajuan program eradikasi polio dan membuktikan Indonesia bebas polio

Namun pada tanggal 19 Nopember 2022 Kementrian Republik Indonesia melakukan Press Conference yang menyatakan Indonesia KLB Polio yang terjadi di Kab Pidie Provinci Aceh. Pasien positif Polio, berusia 7 tahun 2 bulan, dengan gejala

  1. Telah terjadi pengecilan pada otot pada dan betis kiri
  2. Tidak memiliki riwayat imunisasi,
  3. Tidak memiliki riwayat perjalanan / kontak dengan pelaku perjalanan

 

BAGAIMANA TATA CARA PEMERIKSAAAN SPESIMEN AFP?

Mengapa spesimen harus adekuat? Spesimen adekuat kasus AFP adalah 2 spesimen tinja (minimal 8 gram) dikumpulkan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal lumpuh dengan jarak pengambilan antar spesimen minimal 24 jam, dan sampai di laboratorium terakreditasi WHO dalam kondisi baik (tidak bocor, tidak kering dan dalam kondisi dingin).

Waktu Pengambilan Spesimen

Sampel yang diambil harus dalam jangka waktu <14 hari sejak tanggal lumpuhkarena dalam jangka waktu ini memiliki kemungkinan paling tinggi
mendeteksi/menemukan virus polio dalam sampel tinja. Namun masih ada
kemungkinan untuk mendekteksi virus polio dalam spesimen tinja yang diambil
sampai dengan 60 hari sejak tanggal lumpuh. Karena virus polio dapat keluar
bersama tinja dalam waktu berselang, dua sampel diambil harus berjarak minimal 24 jam untuk meningkatkan kemungkinan deteksi virusnya. Sampel tinja tidak perlu diambil apabila tanggal lumpuhnya > 60hari.

Volume Spesimen

Spesimen yang diambil sebanyak 8 – 10 gr atau sebesar ibu jari orang dewasa. Jumlah ini memungkinkan untuk pengulangan pengujian lab, jika diperlukan.

Penyimpanan dan Penanganan Spesimen

Spesimen yang dimasukkan ke dalam wadah/pot dengan tutup rapat sehingga tidakada kemungkinan bocor dan kering. Kemudian pot harus dimasukkan dalam cold box dengan ice pack di dalamnya supaya suhu terjaga antara 2-8 derajat celcius ketika sampel sampai di laboratorium.

 

CARA PAKING PENGIRIMAN SPESIMEN

Sampel tinja dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat kemudian diberi keterangan nama dan tanggal pengambilan pada wadah. Wadah dimasukkan ke dalam cold Box yang berisi ice pack. Sertakan form

  1. Pengantar ke BBLK ( Balai Besar Laboratorium Kesehatan)
  2. Formulir permohonan pemeriksaan spesimen AFP
  3. Formulir Pelacakan kasus AFP
  4. Resume medik kasus AFP

Oleh : Yeni Ari K., S.KM